Powered by Blogger.

SEKARANG JAM?

Mahasena corbetti

Mahasena corbetti

1.      Biologi dan Morfologi Hama Ulat Kantong (Mahasena corbetti)



Ciri khas ulat kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang berasal dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, di sekitar daerah serangan (Norman et al., 1995). Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan.


Stadia ulat M. plana terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung sekitar 50 hari. Pada waktu berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, berukuran panjang sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. Stadia kepompong berlangsung selama 25 hari.
Ngengat M. plana betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya. Telur menetas dalam waktu 18 hari. Ulat berukuran lebih kecil dibandingkan dengan M. corbetti yakni pada akhir perkembangannya dapat mencapai panjang sekitar 12 mm, dengan panjang kantong 15-17 mm.
Ngengat M. corbetti jantan bersayap normal dengan rentangan sayap sekitar 30 mm dan berwarna coklat tua. Seekor ngengat M. corbetti betina mampu menghasilkan telur antara 2.000-3.000 butir (Syed, 1978). Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binantang. Ulat sangat aktif makan sambil membuat kantong dari potongan daun yang  agak kasar atau kasar. Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam kantong. Ulat mula-mula berada pada permukaan atas daun, tetapi setelah kantong semakin besar berpindah menggantung di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir perkembangannya, ulat dapat mencapai panjang 35 mm dengan panjang kantong sekitar 30-50 mm. Stadia ulat berlangsung sekitar 80 hari.  Ulat berkepompong di dalam kantong selama sekitar 30 hari, sehingga total siklus hidupnya adalah sekitar 126 hari.





2.      Siklus Hidup M. Corbetti
Seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur antara 2000-3000 butir. Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binatang.

3.      Gejala Serangan M. corbetti
Serangan ulat kantong ditandai dengan kenampakan tajuk tanaman yang kering seperti terbakar. Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan.

Metode Pengendalian Hama Ulat Kantong (Mahasena corbetti)
a.      Pengendalian Secara Biologis
Parasitoid yang sering digunakan untuk mengendalikan hama ulat kantong antara lain parasitoid primer dan sekunder, serta predator mempengaruhi populasi ulat Mahasena corbetti. Telah ditemukan 33 jenis parasitoid dan 11 jenis predator hama pemakan daun (Prawirosukarto, 2002). Penggunaan Bacillus thuringiensis (Bt) sebagai insektisida biologi. Contoh produk Bt yaitu Dipel WP, Turex WP, Bactospene WP.
b.      Pengendalian Secara mekanis
Pengendalian hama secara mekanis mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual, yaitu dengan cara pemangkasan pelepah yang terdapat banyak larva ulat, mengambil larva yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung, menumpuk dan kemudian membakarnya.
c.       Pengendalian Secara Kimia
Ulat kantong dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida. Jenis insektisida yang biasa digunakan menggunakan bahan aktif Deltametrin. Contoh produknya adalah Decis 25 EC dengan dosis anjuran 200-300 ml/Ha.
d.      Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian hama terpadu merupakan perpaduan atau kombinasi pengendalian hama secara terpadu (biologi) dan pengendalian secara kimia. Dalam hal serangan hama yang terjadi di perkebunan kelapa sawit, pihak perkebunan mempunyai cara masing-masing dalam pengendaliannya seperti pemakaian insektisida kimia, menggunakan musuh alami serta menggunakan jebakan hama.

0 komentar:

Post a Comment